SUGENG RAWUH :
Home » » Upacara WIWIT dan Makna Budaya

Upacara WIWIT dan Makna Budaya

Oleh : Juru Tulis pada Kamis, 01 Desember 2011 | 6:01 AM


Para sederek memasuki masa panen para kadang tani biasanya mengadakan upacara menyambut masa panen ini yang kemudian disebut upacara wiwit atau wiwitan. Upacara ini sudah berlangsung turun temurun, sebagai wujud rasa syukur kepada Allah atas hasil panen padi. Krembangan Online sempat mengabadikan upacara tahun lalu, seperti yang dilakukan oleh para kadang tani Dusun V, Krembangan, Panjatan ,Kulon Progo, yaitu bulan Februari 2011, tepatnya hari Rabu pagi mereka mengadakan upacara wiwit ini.

Para kadang Tani Dusun V, Desa Krembangan, Kecamatan Panjatan, Kulonprogo berkumpul dibulak Tirtowening yang diadakan setahun sekali. Didalam upacara ini mereka membawa bermacam-macam makanan tradisional seperti nasi gurih,bakmi,sayuran, nasi tumpeng dan tidak ketinggalan ingkung (ayam yang sudah dimasak/direbus). Setelah bersama-sama memanjatkan doa para warga yang dateng makan bersama, sebagian makanan ada yang ditanam disawah dan sebagian dibawa pulang, kami menyebutnya sebagai "berkat"

Begitu banyak budaya Jawa yang ada dan hidup di lingkungan masyarakat. Adanya perkembangan dan perubahan zaman, ternyata telah mempengaruhi keberadaan budaya Jawa itu sendiri. Bila kita kembali mengingat masa kecil, tentu kita akan ingat ketika bapak tani akan menanam padinya. Kita akan diundang untuk mengikuti “wiwitan”. Wiwitan yang dalam bahasa Indonesia berarti memulai panen, sebenarnya memiliki makna yang tinggi dalam masyarakat Jawa. Didalam wiwitan terjadi interaksi horizontal antara manusia, dan alam, sedangkan interkasi vertikal terjadi antara manusia dan sang pencipta.

Letak interaksi horizontal antara manusia dan alam ditunjukan dalam prosesi “ngguwaki” (membuang). Prosesi ini dilakukan dengan membuang sesaji di pojok-pojok sawah. Pada upacara wiwitan pada umumnya menggunakan sesaji seperti: nasi, buah-buahan dan snack-snack makanan kecil. Bagi masyarakat tertentu prosesi membuang sesaji dianggap sebagai sesuatu yang sia-sia, karena dalam prosesi ini yang dia buang adalah makanan. Dari sudut pandang ilmu pertanian, prosesi membuang sesaji adalah hal yang positif. Mengapa demikian? Ketika makanan dibuang di pojok-pojok sawah, makanan seperti nasi, buah-buahan, dan makanan yang lain akan menjadi makanan bagi cacing-cacing tanah dan mikroorganisme lain, sehingga cacing dan mikroorganisme dalam tanah berkembang lebih baik dan tanah akan menjadi subur. Bila tanah subur diharapkan hasil panenan pun akan melimpah. Disinilah telah terjadi interaksi antara manusia dengan alam dimana interaksi tersebut saling menguntungkan.

Interaksi vertikal dalam prosesi wiwitan terlihat bahwa prosesi ini adalah sebagai alat untuk rasa bersyukur terhadap sang pencipta atas hasil panen yang melimpah. Rasa syukur ini diwujudkan dengan membagi-bagikan makanan yang sekaligus sebagai sesaji kepada masyarakat di sekelilingnya yang pada umumnya adalah anak-anak kecil.

Bila dilihat pada penjelasan diatas, maka sangatlah tidak tepat bila budaya wiwitan untuk memulai penen padi adalah membuang makanan sebagai sesuatu yang sia-sia. Untuk itulah budaya wiwitan yang sudah lama ada dalam masyarakat Jawa perlu dilestarikan.



Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

JALUR KULON PROGO

KIRIM TULISAN ...........


SUGENG RAWUH....
KIRIM KRITIK, SARAN, MASUKAN
ATAU TULISAN ARTIKEL ANDA KE KAMI.
(Artikel anda akan dipublish diblog ini)




 
Support : Hubungi Kami | Kebijakan | Tentang Kami
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2016. Krembangan Online | Desa Krembangan Panjatan Kulon Progo Yogyakarta - All Rights Reserved
Design Inspiring by Creating Website | Modifikasi dan dipersembahkan oleh JH-DsX